Syukri Dinata Blogger
Jumat, 27 November 2015
http://www.awsurveys.com/
<a href="http://www.AWSurveys.com?R=5196774"> A.W.Surveys - Get Paid to Review Websites!</a>
Minggu, 23 Maret 2014
Kebijakan Publik Menurut Para Ahli
Thomas R. Dye (1981)
Kebijakan publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun yang
dilakukan oleh pemerintah. Pengertian yang diberikan Thomas R. Dye ini memiliki
ruang lingkup yang sangat luas. Selain itu, kajiannya yang hanya terfokus pada
negara sebagai pokok kajian.
Easton (1969)
Mendefinisikan kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai
kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam
pengertian ini hanya pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada
masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih
oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada
masyarakat.
Anderson (1975)
Kebijakan publik adalah kebijakan kebijakan yang dibangun oleh
badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan
tersebut adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau
mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik
berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang
benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih
dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat
positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu
masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan
pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah
setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan
yang bersifat mengikat dan memaksa.
Dye (1978)
Mendefinisikan kebijakan publik sebagai “Whatever governments
choose to do or not to do.”, yaitu segala sesuatu atau apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Dye juga memaknai kebijakan
publik sebagai suatu upaya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang dilakukan
oleh pemerintah, mengapa mereka melakukannya, dan apa yang menyebabkan mereka
melakukannya secara berbeda-beda. Dia juga mengatakan bahwa apabila pemerintah
memilih untuk melakukan suatu tindakan, maka tindakan tersebut harus memiliki
tujuan. Kebijakan publik tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah,
bukan hanya merupakan keinginan atau pejabat pemerintah saja. Di samping itu,
sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan publik.
Hal ini disebabkan karena sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan
mempunyai pengaruh yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan oleh
pemerintah.
David Easton
Mendefinisikan public policy sebagai : “The authoritative
allocation of value for the whole society, but it turns out that only theg
overnment can authoritatively act on the ‘whole’ society, and everything the
government choosed do or not to do result in the allocation of values.”
Maksudnya, public policy tidak hanya berupa apa yang dilakukan oleh pemerintah,
akan tetapi juga apa yang tidak dikerjakan oleh pemerintah karena keduanya
sama-sama membutuhkan alasan-alasan yang harus dipertanggungjawabkan.
Chief J.O. Udoji (1981)
Mendefinisikan kebijaksanaan publik sebagai “ An sanctioned course
of action addressed to a particular problem or group of related problems that
affect society at large.” Maksudnya ialah suatu tindakan bersanksi yang
mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau
sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian
besar warga masyarakat.
Jonnes (1977)
Memandang kebijakan publik sebagai suatu kelanjutan kegiatan
pemerintah di masa lalu dengan hanya mengubahnya sedikit demi sedikit.
Edward
Kebijakan publik didefinisikan sebagai “What governments say and
do, or do not do. It is the goals or purposes of governments programs.”
Maksudnya, apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh
pemerintah termasuk kebijakan publik. Merujuk pada definisi di atas, kebijakan
publik tampil sebagai sasaran atau tujuan program-program. Edward lebih lanjut
menjelaskan bahwa kebijakan publik itu dapat diterapkan secara jelas dalam
peraturan perundang-undangan dalam bentuk pidato-pidato pejabat teras
pemerintah ataupun berupa program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan
pemerintah.
Chandler dan Plano (1988)
Kebijakan publik ialah pemanfaatan yang strategis terhadap
sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk
intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan
kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan
ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.
Woll (1966)
kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk
memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai
lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan
publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan
pemerintah tersebut yaitu: 1) adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang
dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan
menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat; 2) adanya
output kebijakan, di mana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut
pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan
membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan
masyarakat; 3) adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan
yang mempengaruhi kehidupan masyrakat.
Senin, 24 Desember 2012
KORUPSI
Latar Belakang Masalah
Di era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak
perubahan. Perubahan sistem politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi
birokrasi menjadi agenda utama di negeri ini. Yang paling sering dikumandangkan
adalah masalah reformasi birokrasi yang menyangkut masalah-masalah pegawai
pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan nepotisme. Reformasi birokrasi
dilaksanakan dengan harapan dapat menghilangkan budaya-budaya buruk birokrasi
seperti praktik korupsi yang paling sering terjadi di dalam instansi
pemerintah. Reformasi birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh
instansi-instansi pemerintah sebagai perbaikan kembali sistem remunerasi
pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah dengan perbaikan sistem penggajian
atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak akan lagi melakukan korupsi
karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan
untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya, tindakan korupsi masih terus
terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai pemerintah dapat dinilai
tinggi.
Korupsi dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah
yang dilakukan para pejabat pemerintah terus terjadi sehingga dapat disinyalir
negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah. Tentunya ini bukan angka
yang sedikit, melihat kebutuhan kenegaraan yang semakin lama semakin meningkat.
Jika uang yang dikorupsi tersebut benar-benar dipakai untuk kepentingan
masyarakat demi mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin
cita-cita tersebut bisa saja terwujud. Dana-dana sosial akan sampai ke tangan
yang berhak dan tentunya kesejahteraan masyarakat akan meningkat.
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut
Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum.
Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas,
Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah
persoalan politik pemaknaan.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang
yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus. Seorang
sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk
korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.
Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan
kerabat, teman, atau sekutu politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik,
terlepas dari kemampuan yang dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum
(Alatas 1999:6).
Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini
adalah subordinasi kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup
pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang
dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh
terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap masyarakat.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana
pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi
moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan
administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk
menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing),
memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya
yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak
korupsi.
Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya,
pusat budaya dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya
wong cilik (little culture). Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut
lebih banyak dengan subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton.
Kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar
kraton, tentu dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada
hakikatnya dua budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran
budaya.
Sebab-Sebab
Korupsi
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan
beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan
pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi
/kelompok /keluarga/ golongannya sendiri.
Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang
melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :
- Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
- Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
- Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi
- Kurangnya pendidikan.
- Adanya banyak kemiskinan.
- Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
- Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
- Struktur pemerintahan.
- Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
- Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering
disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi
meliputi :
- Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
- Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
- Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
- Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan
individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam
organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan
pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan
dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat
yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang
melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri
(keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar
(misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol dan
sebagainya).
Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang
menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :
- Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi.
- Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri.
- Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
- Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut :
- Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
- Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
- Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbale balik.
- Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
- Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
Macam-Macam
Korupsi
Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun
1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi.
33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :
- Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
- Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
- Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
- Korupsi yang terkait dengan pemerasan
- Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
- Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
- Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
Menurut
Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi
dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :
Cara
Pencegahan Dan Strategi Pemberantasan Korupsi
Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu
sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan
rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan
sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi
tetap ada di hati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi
karena faktor mental itulah yang sangat menentukan.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat
didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
- Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
- Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
- Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga
strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu :
- Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan
dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap
penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat
meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat
meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak
pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya
korupsi.
- Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi
terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat
ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang
harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai
aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan
korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu
hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
- Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang
setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi.
Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji
untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan
tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan
secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai
dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para
pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan
opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif
antara lain :
- Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.
- Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
- Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
- Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
- Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
PENUTUP
Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri
yangsecara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsurdalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diridengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negarauntuk
kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnyapendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaanlingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber
dayamanusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai
bidang diantaranya, bidangdemokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak
dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil
DAFTAR PUSTAKA
Drehel,
Axel and Christos Kotsogiannis, Corruption Around the World: Evidence from a
Structural Mode. 2004
Koentjaraningrat,
Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia. 1985
Prasetyo,
Bambang dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2005.
Singarimbun,
Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Sabtu, 22 Desember 2012
HAKIKAT BELAJAR
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang
SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Revolusi di bidang teknologi komunikasi dan informasi
ternyata telah mempengaruhi hampir seluruh sendi-sendi kehidupan manusia
modern, termasuk dalam dunia pendidikan dengan munculnya istilah-istilah
seperti e-learning, e-book sampai e-education. Revolusi ini juga
berpengaruh pada paradigma pendidikan akan “tempat” belajar, dimana gedung sekolah
yang berdiri tegak dengan atap dan dinding akan semakin tak populer karena
manusia bisa belajar di mana saja dengan bantuan teknologi. Di sini yang
terpenting adalah interaksi manusia itu dengan materi pelajaran dan proses
terusannya, pemahaman dan penguasaan ilmu. Di mana (sekolah?) atau kapan (pagi
atau siang?) tidak lagi menjadi pertanyaan penting sebab otak manusia sekarang
sudah terbiasa dengan konsep ruang dan waktu yang bersifat relatif.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan
berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih
Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu
berlangsung melalui kegiatan belajar.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun masalah yang ingin diajukan penulis pada makalah ini
yaitu sebagai berikut:
- Jelaskan yang dimaksud dengan hakikat belajar?
- Jelaskan tujuan dari Hakikat belajar?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Belajar
Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri
seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir,
bersikap, dan berbuat (W. Gulö, 2002: 23).
Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan prilaku
siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif (syah, 2003), dengan kata lain belajar
merupakan kegiatan berproses yang terdiri dari beberapa tahap. Tahapan dalam
belajar tergantung pada fase-fase belajar, dan salah satu tahapannya adalah
yang dikemukakan oleh witting yaitu :
- Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi;
- Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi;
- Tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi (Syah, 2003).
Definisi yang lain menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah
laku yang menetap, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat
diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau
pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan (Roziqin, 2007: 62).
Dari berbagai definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan
adanya beberapa ciri belajar, yaitu:
- Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior).
- Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah.
- Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial
- Perubahan tingkah laku merupakan hasillatihan atau pengalaman
- Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.
Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang
guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar berikut:
- Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar bukan orang lain.
- Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya
- Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.
- Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.
- Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberikan tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci
dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997)
mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
1.
Perubahan
yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi
merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu
juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam
dirinya telah terjadi perubahan
2.
Perubahan
yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau
keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari keterampilan
yang telah diperoleh sebelumnya.
3.
Perubahan
yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang
terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan,
baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
4.
Perubahan
yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi
bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
5.
Perubahan
yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru,
individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan.
6.
Perubahan
yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh
dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam
dirinya.
7.
Perubahan
yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar
pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah
maupun jangka panjang.
8.
Perubahan
perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan
hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula
perubahan dalam sikap dan keterampilannya. seorang guru menguasai “Teori-Teori
Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan
“Teori-Teori Belajar”.
B.
Hakekat
Belajar
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan
yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian
demikian, maka belajar dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan
oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah
yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses belajar
adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain
bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda
dengan proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu
memiliki dan mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128).
Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami
bahwa belajar membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru
dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses belajar oleh peserta
didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher
of teaching) (Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa
konsekuensi kepada fokus belajar yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta
didik sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan belajar
yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara
fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik
saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan
besar tujuan belajar tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak
belajar, karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya
(Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9).
Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi antara
peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah
yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar
menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Belajar juga dapat
diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka
dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan
sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang
mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Fungsi-fungsi
belajar yaitu sebagai berikut:
- Belajar sebagai sistem
Belajar sebagai sistem terdiri dari sejumlah komponen yang
terorganisir antara lain tujuan belajar , materi belajar , strategi dan metode belajar,
media belajar/alat peraga , pengorganisasian kelas, evaluasi belajar, dan
tindak lanjut belajar (remedial dan pengayaan).
·
Belajar sebagai proses
Belajar sebagai proses merupakan rangkaian upaya atau
kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belaja, meliputi:
- Persiapan, merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) dan penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat evaluasi, buku atau media cetak lainnya.
- Melaksanakan kegiatan belajar dengan mengacu pada persiapan belajar yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode belajar yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru , persepsi, dan sikapnya terhadap siswa;
- Menindaklanjuti belajar yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca belajar ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.
Ciri-ciri
belajar sebagai berikut :
- Merupakan upaya sadar dan disengaja
- Belajar harus membuat siswa belajar
- Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
- Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasil
C.
Tujuan
Belajar
Tujuan belajar
adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan
tugas belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,keterampilan dan sikap-sikap
yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. tujuan belajar adalah suatu
deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah
berlangsungnya proses belajar.
Tujuan belajar
menurut Sukandi (1983: 18) adalah mengadakan perubahan tingkah laku dan
perbuatan. Perubahan itu dapat dinyatakan sebagai suatu kecakapan keterampilan,
kebiasaan, sikap, pengertian, sebagai pengetahuan atau penerimaan dan
penghargaan. Sedangkan Surakhmat(1986) mengatakan bahwa tujuan belajar adalah
mengumpulkan pengetahuan, penanaman konsep dan pengetahuan, dan pembentukan
sikap dan perbuatan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai deriku:
- Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku mental karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.
- Belajar adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
- Tujuan belajar dan belajar mencakup tujuan intruksional, tujuan belajar, dan tujuan belajar
Saran
Sehubungan dengan hasil penulisan makalah ini, penulis
menyarankan kepada para pembaca agar diadakan pengkajian lanjutan yang berjudul
sama dengan makalah ini, agar ditemukan pengertian dari hakekat belajar dan belajar
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin,
Wahyuni. 2010. Teori belajar dan Belajar. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Darsono,
Max, dkk. 2000. Belajar dan Belajar. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno,
Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum &
Konsep Islam. Cet. II, Bandung: Refika Aditama.
Langganan:
Postingan (Atom)