BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
MASALAH
Dalam kehidupan politik suatu Negara, Negara
tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat
dalam kehidupan politik sangat tergantung pada budaya poitik yang berkembang
dalam masyarakat untuk dapat mengetahui bagaimana tipe-tipe budaya politik
masyarakat Indonesia dan bagaimana peran sertanya dalam pembangunan kehidupan politik
di Indonesia.
Setiap hari pasti kita melakukan aktivitas
yang tidak lain menonton tv dan membaca majalah maupun koran,tentunya kita
pernah menyaksikan secara langsung maupun tidak langsung melalui televise dan
media massa lainnya pelaksanaan pemilu, pilkada, demonstrasi, kerusuhan,
kampanye partai politik, dan bahkan penculikan-penculikan aktivis-aktivis
politik. Pola-pola perilaku tersebut menyangkut kehidupan bernegara,
pemerintahan, hukum, adat istiadat dan lainnya yang disebut sebagai budaya politik.
Sebagai warga negara, dalam kesehariannya
hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang
bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara
langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak
langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang
peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang
tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.
Kita ketahui bahwa politik merupakan suatu rangkaian
asas, prinsip, keadaan, jalan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai
tujuan tertentu yang dikehendaki. Politik secara umum menyangkut proses
penentuan tujuan Negara dan cara melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu
memerlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut
peraturan, pembagian, atau alokasi sumber-sumber yang ada. Kebijakan-kebijakan
umum hanya dapat dilakukan dengan kekuasaan dan untuk memperoleh kekuasaan
itulah diperlukan sarana politik yang disebut partai politik.
kondisi dinamik bangsa Indonesia yang
menyediakan mekanisme dan prosedur yang mengatur dan menyalur kan konflik
sampai pada penyelesaian dalam bentuk kesepakatan (konsensus),sistem ini
membantu pembentukan identitas bersama,hubungan kekuasaan,legitimasi kewenangan
dan hubungan politik dan ekonomi.dari dalam untuk menjamin identitas,
integrasi, kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mencapai
tujuan nasional. Sistem ini juga berfungsi memelihara keseimbangan antara
konflik dan consensus,arti nya dengan ada nya sistem ini apabila terdapat
perbedaan-perbedaan pendapat,persaingan, ataupun pertentangan antar
individu,juga menekan kan pada consensus total tidak hanya dengan
terinduktrinasi ideology saja,tetapi juga menganut dari berbagai Negara termasuk
eropa timur dan Asia.
B.RUMUSAN MASALAH
Pertanyaan mungkin selalu ada dalam batin
maupun fikiran kita sebelum mengerti tantang budaya politik indonesia,pastinya
kita akan mencari tau tentang:
1. Apakah yang
dimaksud dengan Budaya Politik Indonesia ?
2. Sebutkan dan
jelaskan tipe-tipe budaya politik menurut para ahli ?
3. Bagaimana
Perkembangan Budaya Politik Indonesia ?
4. Bagaimana peran
serta budaya politik partisipan ?(kurang)
5. Bagaimana tatanan
kehidupan masyarakat politik ?(kurang)
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian BPI
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu
buddhayah,yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti akal atau budi,
sehingga kebudayaan dapat diartikan semua hal yang bersangkutan dengan hal. Budaya
dapat di definisikan secara sempit dan secara luas. Definisi secara sempit
mencangkup kesenian dengan semua cabang-cabangnya dan secara luas mencangkup
semua aspek kehidupan manusia.
Sebagian ahli berpendapat bahwa kebudayaan adalah perkembangan
dari kta majemuk budi daya yang berupa cipta,rasa, dan karsa.kebudayaan
merupakan hasil dari kehidupan bersama manusia maka kebudayaan itu tidak sama
antara satu lingkungan masyarakat dengan lingkungan mayarakat yang lainnya.
Karena masyarakat berkembang maka kebudayaan manusia juga berubah-ubah sesuai
dinamika kehidupan masyarakat. Manusia dalam suatu kelompok untuk menciptakan
kehidupan yang tujuan akhirnya memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan kepada
siapa anggota kelompok yang bersangkutan. Beberapa aspek yang perlu di
perhatikan dalam budaya ini ialah beberapa aspek seperti aspek material san
aspek nonmaterial.
B.Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli
Terdapat banyak
sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat
variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan
dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu
besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut
ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya
politik.
a.
Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku
individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para
anggota suatu sistem politik.
b.
Sidney Verba
Budaya politik adalah suatu sistem
kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan
suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
c.
Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan
yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang
berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
d.
Austin Ranney
Budaya politik adalah seperangkat
pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara
bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
e.
Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik berisikan sikap,
keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga
kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu
dari populasi.
Berdasarkan
beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli),
maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai
berikut :
Pertama : bahwa konsep budaya politik lebih
mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih
menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi,
sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang
menyebabkan Gabriel A. Almond memandang bahwa
budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah
sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya sebuah
sistem politik.
Kedua
: hal-hal yang
diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinya setiap berbicara
budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal
yang diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang
terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik.
Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan
melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik,
fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya. Misal
orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif,
eksekutif dan sebagainya.
Ketiga : budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang
menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran masif (dalam
jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah,
bukan per-individu. Hal ini berkaitan dengan pemahaman, bahwa budaya
politik merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki
peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.
C.PERKEMBANGAN BUDAYA
POLITIK INDONESIA
Sikap & tingkah laku politik seseorang menjadi suatu obyek
penanda gejala-gejala politik yang akan terjadi pada orang tersebut dan
orang-orang yang berada di bawah politiknya. Contohnya ialah jikalau seseorang
telah terbiasa dengan sikap dan tingkah laku politik yang hanya tahu menerima,
menurut atau memberi perintah tanpa mempersoalkan atau memberi kesempatan buat
mempertanyakan apa yang terkandung dalan perintah itu. Dapat diperkirakan orang
itu akan merasa aneh, canggung atau frustasi bilamana ia berada dalam
lingkungan masyarakatnya yang kritis, yang sering, kalaulah tidak selalu,
mempertanyakan sesuatu keputusan atau kebijaksanaan politik.
Golongan elit yang strategis seperti para
pemegang kekuasaan biasanya menjadi objek pengamatan tingkah laku ini, sebab peranan
mereka biasanya amat menentukan walau tindakan politik mereka tidak selalu
sejurus dengan iklim politik lingkungannya. Golongan elit strategis biasanya
secara sadar memakai cara-cara yang tidak demokratis guna menyearahkan
masyarakatnya untuk menuju tujuan yang dianut oleh golongan ini. Kemerosotan
demokratisasi biasanya terjadi disini, walaupun mungkin terjadi kemajuan pada
beberapa bidang seperti bidang ekonomi dan yang lainnya.
Kebudayaan politik Indonesia pada dasarnya
bersumber pada pola sikap dan tingkah laku politik yang majemuk. Namun dari
sinilah masalah-masalah biasanya bersumber. Mengapa? Dikarenakan oleh karena
golongan elite yang mempunyai rasa idealisme yang tinggi. Akan tetapi kadar
idealisme yang tinggi itu sering tidak dilandasi oleh pengetahuan yang mantap
tentang realita hidup masyarakat. Sedangkan masyarakat yang hidup di dalam
realita ini terbentur oleh tembok kenyataan hidup yang berbeda dengan idealisme
yang diterapkan oleh golongan elit tersebut. Contohnya, seorang kepala pemerintahan
yang mencanangkan program wajib belajar 9 tahun demi meningkatkan mutu
pendidikan, namun pada aplikasinya banyak anak-anak yang pada jenjang
pendidikan dasar putus sekolah dengan berbagai alasan, seperti tidak memiliki
biaya. Hal ini berarti idealisme itu tidak diimplikasikan secara riil dan
materiil ke dalam masyarakat yang terlibat dibawah politiknya.
Idealisme diakui memanglah penting. Tetapi
bersikap berlebihan atas idealisme itu akan menciptakan suatu ideologi yang
sempit yang biasanya akan menciptakan suatu sikap dan tingkahlaku politik yang
egois dan mau menang sendiri. Demokrasi biasanya mampu menjadi jalan penengah
bagi atas polemik ini.
Indonesia sendiri mulai menganut sistem
demokrasi ini sejak awal kemerdeka-annya yang dicetuskan di dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Demokrasi dianggap merupakan sistem yang cocok
di Indonesia karena kemajemukan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu
Demokrasi yang dilakukan dengan musyawarah mufakat berusaha untuk mencapai
obyektifitas dalam berbagai bidang yang secara khusus adalah politik. Kondisi
obyektif tersebut berperan untuk menciptakan iklim pemerintahan yang kondusif
di Indonesia. Walaupun demikian, perilaku politik manusia di Indonesia masih
memiliki corak-corak yang menjadikannya sulit untuk menerapkan Demokrasi yang
murni.
Corak pertama terdapat pada golongan elite
strategis, yakni kecenderungan untuk memaksakan subyektifisme mereka agar
menjadi obyektifisme, sikap seperti ini biasanya melahirkan sikap mental yang
otoriter/totaliter. Corak kedua terdapat pada anggota masyarakat biasa, corak
ini bersifat emosional-primordial. Kedua cirak ini tersintesa sehingga
menciptakan suasana politik yang otoriter/totaliter.
Sejauh ini kita sudah mengetahui adanya
perbedaan atau kesenjangan antara corak-corak sikap dan tingkah laku politik
yang tampak berlaku dalam masyarakat dengan corak sikap dan tingkahlaku politik
yang dikehendaki oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kita tahu bahwa
manusia Indonesia sekarang ini masih belum mencerminkan nilai-nilai Pancasila
itu dalam sikap dan tingkah lakunya sehari-hari. Kenyataan tersebutlah yang
hendak kita rubah dengan nilai-nilai idealisme pancasila, untuk mencapai
manusia yang paling tidak mendekati kesempurnaan dalam konteks Pancasila.
Esensi manusia ideal tersebut harus dikaitkan
pada konsep “dinamika dalam kestabilan”. Arti kata dinamik disini berarti
berkembang untuk menjadi lebih baik. Misalkan kepada suatu generasi diwariskan
suatu undang-undang, diharapkan dengan dinamika yang ada dalam masyarakat
tersebut dapat menjadikan Undang-Undang tersebut bersifat luwes dan fleksibel,
sehingga tanpa menghilangkan nilai-nilai esensi yang ada, generasi tersebut
terus berkembang. Dinamika dan kemerdekaan berpikir tersebut diharapkan mampu
untuk memperkokoh persatuan dan memupuk pertumbuhan.
Yang menjadi persoalan kini ialah bagaimana
dapat menjadikan individu-individu yang berada di masyarakat Indonesia untuk
mempunyai ciri “dinamika dalam kestabilan” yakni menjadi manusia yang ideal
yang diinginkan oleh Pancasila. Maka disini diperlukanlah suatu proses yang
dinamakan sosialisasi, sosialisasi Pancasila. Sosalisasi ini jikalau berjalan
progressif dan berhasil maka kita akan meimplikasikan nilai-nilai Pancasila
kedalam berbagai bidang kehidupan. Dari penanaman-penanaman nilai ini akan
melahirkan kebudayaan-kebudayaan yang berideologikan Pancasila. Proses
kelahiran ini akan memakan waktu yang cukup lama, jadi kita tidak bisa
mengharapkan hasil yang instant terjadinya pembudayaan.
Dua faktor yang memungkinkan keberhasilan
proses pembudayaan nilai-nilai dalam diri seseorang yaitu sampai nilai-nilai
itu berhasil tertanam di dalam dirinya dengan baik. Kedua faktor itu adalah:
1.
Emosional psikologis,
faktor yang berasal dari hatinya
2.
Rasio, faktor yang
berasal dari otaknya
Jikalau kedua faktor tersebut dalam diri seseorang kompatibel
dengan nilai-nilai Pancasila maka pada saat itu terjadilah pembudayaan
Pancasila itu dengan sendirinya.
Tentu saja tidak hanya kedua faktor tersebut.
Segi lain pula yang patut diperhaikan dalam proses pembudayaan adalah masalah
waktu. Pembudayaan tidak berlangsung secara instan dalam diri seseorang namun
melalui suatu proses yang tentunya membutuhkan tahapan-tahapan yang adalah
pengenalan-pemahaman-penilaian-penghayatan-pengamalan. Faktor kronologis ini
berlangsung berbeda untuk setiap kelompok usia.
Melepaskan kebiasaan yang telah menjadi
kebudayaan yang lama merupakan suatu hal yang berat, namun hal tersebutlah yang
diperlukan oleh bangsa Indonesia. Sekarang ini bangsa kita
memerlukan suatu transformasi budaya sehingga membentuk budaya yang memberikan
ciri Ideal kepada setiap Individu yakni berciri seperti manusia yang lebih
Pancasilais. Transformasi iu memerlukan tahapan-tahapan pemahaman dan
penghayatan yang mendalam yang terkandung di dalam nilai-nilai yang menuntut
perubahan atau pembaharuan. Keberhasilan atau kegagalan pembudayaan dan beserta
segala prosesnya akan menentukan jalannya perkembangan politik yang ditempuh
oleh bangsa Indonesia di masa depan.
D.PERAN SERTA BUDAYA
POLITIK PARTISIPAN
1. Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan suatu hubungan timbal balik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dimana rakyat merupakan
sumber aspirasi dan sumber pimpinan nasional. Komunikasi politik secara
vertical maupun horizontal baik didalam suprastruktur maupun infrastruktur
dimaksudkan untuk mewujudkan adanya pengertian-pengertian politik yang dapat
diterima oleh semua pihak untuk terwujudnya tujuan politik. Adapun tujuan
politik tidak dapat dilepaskan dari tujuan partai politik dan tujuan partai
politik juga seharudnya adalah sama dengan tujuan politik yang termaktub dalam
UUD Negara.
Tujuan politik yang sama antara partai politik
denga tujuan Negara diharakan tidak akan terjadi kompetisi politik yang tidak
sehat antar partai politik, mengingat tiap partai politik akan mempunyai
disiplin politik, disiplin social, dan disiplin nasional. Setiap kegiatan
partai politik tidak akan mengorbankan kepentingan-kepentingan nasional,
ideology, dan Negara.
2. Partisipasi Politik
Demokrasi merupakan salah satu bentuk
pelaksanaan budaya politik. Budaya politik di Indonesia pada hakikatnya telah
melekat dalam system politik yang berlaku di Indonesia. Pada norma-norma,
nilai-nilai serta ketentuan yang ada di Negara kita budaya politik selalu
terkait dengan system politik yang berlaku yaitu demokrasi pancasila.
Peran serta masyarakat dalam budaya politik
partisipan dapat diwujudkan melalui tindakan-tindakan berikut :
KemØampuan berpartisipasi aktif dalam kehidupan
politik dengan menggunakan hak poltitk dalam pemilu.
Mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga
Negara.Ø
Memiliki toleransi yang tinggi terhadap
perbedaan pendapatØ
Berjiwa
besar menerima kelebihan orang lain dan berlapang dada menerima kekalahan.Ø
Mengutamakan musyawarah yang menyangkut
kepentingan bersama.Ø
Menyampaikan hak demokrasinya sebagaimana
diatur dalam UU.Ø
Kemampuan berpartisipasi terhadap kegiatan
dilingkunganØ
E.TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT POLITIK
Dalam perkembangannya kehidupan masyarakat
selalu mengalmi perubahan-perubahan baik positif amupun negative. Hal ini
disebabkan manusia sebagai anggota dari masyarakat selalu berkembang secara
dinamis yang memungkinkan terciptanya suatu kondisi tertentu yang diinginkan.
Dalam upaya mencapai kondisi itu, tidak jarang diliputi suasana-suasana
konflik.
Manusia hidup dalam suasana kerjasama,
sekaligus suasana antagonistis dan penuh pertentangan. Konflik-konflik
ideologis berbagai golongan di masyarakat Indonesia khususnya, telah menjadi
sebab timbulnya kesulitan-kesulitan untuk mengembangkan aturan permainan (rules
of the game). Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila konflik-konflik
ideologis tersebut tumbuh berdampingan dengan timbulnya konflik-konflik yang
bersifat politis akibat pertentangan-pertentangan didalam pembagian status,
kekuasaan, dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas dalam masyarakat.
Ada beberapa indikasi yang biasa dipakai oleh
para ahli ilmu-ilmu social untuk menilai intensitas pertentangan-pertentangan
politik dalam suatu masyarakat.
a) Demonstrasi, yaitu kegiatan
yang dilakukan oleh sejumlah orang yang dengan tidak menggunakan kekerasan
untuk melakukan protes terhadap suatu rezim, pemerintah, pejabat pemerintah,
ideology, kebijaksanaan yang sedang dilaksanakan atau bahkan baru direncanakan.
Misalnya, demo menolak kenaikan harga BBM, demo menuntut pengusutan kasusu-kasu
hak asasi manusia, dan lain sebagainya.
b) Kerusuhan, kerusuhan dalah pada
dasarnya sama dengan demonstrasi. Bedanya, kerusuhan menggunkan kekerasan
secara fisik yang biasanya diikitu pengrusakan barang-barang, pemukulan atau
bahkan pembunuhan. Cirri lain yang membedakan kerusuhan dari demonstarsi adalah
kenyataan bahwa kerusuhan terutama ditandai oleh spontanitas sebagai akibat
dari suatu insiden dan perilaku kelompok yang kacau. Misalnya, kerusuhan Mei
1998, kerusuhan 27 Juli 1996, atau peristiwa 27 Juili, kerusuhan Poso, dan
sebagainya.
c) Serangan bersenjata, (armed
attack), yakni suatu tindakan kekerasan yang dilakukan untuk kepentingan
suatu kelompok tertentu dengan maksud melemahkan atau bahkan menghancurkan
kekuasaan daari kelompok lain. Misalnya, konflik yang terjadi di Nangroe Aceh
Darussalam (NAD) sebagai akibat dari upaya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang
ingin melepaskan diri dari pangkuan NKRI.
d) Banyaknya jumlah kematian sebagai akibat
dari kekerasan politik, misalnya penculikan dan pembunuhan dengan
motif politik dan sebagainya.
Suatu integrasi nasional yang tangguh hanya
akan berkembang diatas consensus nasional mengenai batas-batas suatu masyarakt
politik dan system politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat tersebut.
Pertama, merupakan kesadaran dari sejumlah orang bahwa mereka bersama-sama
merupakan warga dari suatu bangsa yang membedakan apakah seseorang termasuk
sebagai warga dari suatu bangsa atau tidak. Kedua, merupakan consensus nasional
mengetahui bagaimana suatu kehidupan bersama sebagai bangsa harus diwujudkan
atau diselenggarakan. Suatu consensus nasional mengenai “sisitem nilai” yang
akan mendasari hubungan-hubungan social diantara para anggota suatu masyarakat
bangsa.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi tingkat
ketahanan nasional di bidang politik, yaitu factor umum dan khusus. Factor umum
merupakan factor yang mempengaruhi terciptanya ketahanan nasional dibidang
ideology, ekonomi, social budaya, dan pertahanan keamanan. Sedangkan factor
khusus yang menentukan tingkat ketahanan nasional di bidang politik, meluputi
sebagai berikut :
Adanya
ideology nasional yang dapat mewujudkan suatu realitas politik dan memiliki
fleksibilitas yang dapat menyesuaikan dan mengisi kebutuhan dan tuntutan zaman.
Ideology nasional harus benar-benar dimengerti, dipahami, diyakini, dihayati,
dan diamalkan serta diamankan oleh seganap lapisan masyarakat.
Adanya
pimpinan nasional yang kuat dan berwibawa, mampu mengisi aspirasi dan cita-cita
rakyat, serta mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari rakyat.
Adanya
pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, mampu menyelenggarakan
pemerintahan yang demoratis. Selain itu, mampu menyelenggarakan pembangunan
dalam meningkatkan taraf hidup rakyat dan mampu melindungi seluruh tumpah darah
dan segenap bangsa Indonesia sehingga tercipta suasana dan perasaan aman, bebas
dari bahaya dan ketakutan.
Adanya
masyarakat yang mempunyai kesadaran politik, disiplin nasional, dan dinamika
social yang tinggi sehingga tumbuh motivasi dan aktivitas konstruktif yang
membangkitkan partisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan:
1. Budaya politik merupakan perilaku suatu masyarakat dalam
kehidupan bernegara, peneyelenggaraan administrasi negara.
2. Tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat
Indonesia ada 3 macam, yaitu budaya politik parokial, budaya politik kaulka,
dan budaya politik partisipan.
3. Budaya politik partisipan perlu di sosialisasikan kepada
segenap rakyat agar dapat berperan serta secara aktif.
4. Sebagai bangsa yang berdaulat, kemampuan
menjaga dan melindungi seluruh wilayah Negara dari berbagai ancaman dan
gangguan baik berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, tidak dapat
dihindari lagi. Pertahanan dan keamanan Negara republic Indonesia silaksanakan
dengan menyusun, mengerahkan, menggerakkan serta seluruh potensi nasional,
termasuk kekuatan masyarakat diseluruh bidang kehidupan nasional secara
terintegrasi dan terkoordinasi.
B.Saran:
1. Mengingat perlunya kewaspadaan dikalangan para remaja
khususnya bagi siswa jangan sekali-kali terjun kepolitik.
2. Mengingat berbagai resiko yang dapat ditimbulkan tentang
politik
3. Dalam berpolitik sebaikya dilakukan menurut
kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang sesuai agar tercipta integrasi nasional.
Karena bangsa Indonesia terrdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan
budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar